Selasa, 19 Juli 2011

MENGEMBANGKAN KURIKULUM VISIONER

Perubahan Kurikulum suatu Tuntutan

Ilmu pengetahuan da teknologi berkembang begitu pesat.  Sementara di sisi lain, prioritas kebijakan nasional ikut berubah.  Begitu pun pola pembiayaan pendidikan serta kondisi sosial, termasuk perubahan pada tuntunan profesi serta kebutuhan dan keinginan pelanggan.

Semua ikut memberikan dorongan bagi penyelenggaraan pendidikan untuk selalu melakukan proses perbaikan, modifikasi, dan evaluasi pada kurikulum yang digunakan.  Permasalahannya  adalah bagaimana dan tindakan apa yang pertama diambil jika melakukan pengembangan kurikulum?

Di dalam proses pengendalian mutu, kurikulum merupakan perangkat yang sangat penting karena menjadi dasar untuk menjamin kompetensi keluaran dari proses pendidikan.  Kurikulum harus selalu diubah secara periodik untuk menyesuaikan dengan dinamika kebutuhan pengguna dari waktu ke waktu.

Perubahan kurikulum, dalam arti pengembangan, tentu akan berdampak terhadap kesiapan sekolah dan guru untuk mengimplementasikan di depan kelas. Sebab, untuk melakukan perubahan, ada dua hal yang sangat mendasar dipahami oleh guru.

Pertama, pemahaman terhadap terhadap manajemen pengembangan kurikulum.
Dalam manajemen pengembangan kurikulum, guru dituntut memahami:
1).          Bagaimana definisi kurikulum dalam arti luas;
2).          Bagaimana mendesain dan mengembangkan kurikulum satuan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan stakeholder;
3).          Bagaimana penahapan pengembangannya;
4).          Apa yang menjadi output dari pengembangan kurikulum tersebut; dan
5).          Berbagai model pengembangan kurikulum.
                                                                                       
Kedua,  bagaimana menerapkan apa yang disebut total quality management (TQM) agar dapat memeberikan jaminan mutu.   Dengan begitu, tujuan untuk menghasilkan keluaran untuk kebutuhan dan kepuasan konsumen dengan peningkatan/perbaikan kualitas terus-menerus dapat dilakukan.


Mekanisme Pengembangan Kurikulum

Tahap pertama
penguasaan manajemen pengembangan kurikulum.

Seorang guru yang akan mengembangkan kurikulum dituntut menguasai manajemen pengembangan kurikulum.  Dalam mengembangkan kurikulum, setidaknya guru akan menemui delapan problem.  Pertama, bagaimana membatasi ruang lingkup atau keluasan materi.  Kedua, bagaimana mengaitkan relevansi materi dengan kompetensi yang dibutuhkan.  Ketiga, bagaimana memilih materi agar ada keseimbangan untuk peserta didik maju dan yang lamban belajar, keseimbangan antara tuntutan pembangunan daerah dan nasional.  Keempat, bagaimana mengintegrasikan materi yang satu dengan materi lainnya sehingga tidak terjadi duplikasi. Problem kelima, bagaimana mengurutkan materi dan kompetensi yang diperlukan.  Keenam, bagaimana agar materi atau kompetensi berkesinambungan dan berjenjang.  Ketujuh, bagaimana merealisasikan artikulasi materi atau kompetensi secara menyeluruh.  Terakhir, bagaimanakah materi atau kompetensi yang diberikan dapat menjangkau masa depan alias memiliki daya guna bagi kehidupan peserta didik.

Bandingkan kedelapan problem tersebut dengan Peraturan Mendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, khususnya pada bagian prinsip pengembangan kurikulum.  Namun, apabila guru hanya disodori buku panduan penyusunan kurikulum yang dibuat Badan Standard Nasional pendidikan (BSNP),  tanpa diberi pelatihan untuk mengembangkan kurikulum  tingkat satuan pendidikan, jelas guru akan bingung. Oleh karena itu, guru harus diberi pelatihan bagaimanakah langkah-langkah yang harus di lakukan untuk menyusun kurikulum sekolah itu sesuai prinsip-prinsip delapan problem pengembangan kurikulum.  Kemudian, pelatihan seyogianya diberikan oleh pakar kurikulum dari perguruan tinggi,  bukan oleh Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan  (LPMP)  atau  dinas  pendidikan provinsi/kota/kabupaten, seperti yang tertuang dalam buku panduan penyusunan kurikulum terbitan BSNP.

Tahap kedua
Pemahaman cara pandang kurikulum.  Selama ini ada dua cara pandang kurikulum, yaitu kurikulum diartikan dalam arti sempit dan luas.

Cara pandang kurikulum dalam arti sempit adalah bahwa kurikulum hanya berupa struktur kurikulum atau sekumpulan daftar mata pelajaran yang harus diajarkan kepada peserta didik.  Adapun cara pandang kurikulum dalam arti  luas  adalah  bahwa kurikulum disamping berupa daftar kumpulan mata pelajaran,  juga harus diartikan sebagai kegiatan belajar dan sebagai pengalaman belajar peserta didik.

Jadi,  jika  guru  memandang  kurikulum  dalam  arti sempit,  mereka akan berpedoman secara ketat pada Garis Besar Program Pengajaran alias GBPP atau standar isi, bukan pada proses pembelajaran demi penguasaan kompetensi yang dibutuhkan oleh peserta didik.  Orientasi  pembelajarannya pun akan didominasi guru.

Akibat  kurikulum dipahami dalam  arti  sempit,  yang  terjadi  adalah  pencapaian target penyelesaian  dengan domain kognitif semata.   Tentunya cara pandang kurikulum  yang demikian  akan cocok jika tujuan akhirnya adalah semata-mata untuk  memperoleh  nilai  baik  dalam Ujian Nasional  (UN).   Padahal,  dalam Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006  tentang  Standar Kompetensi  Lulusan  (SKL) dikatakan bahawa SKL digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan.
Berbeda dengan cara pandang kurikulum dalam arti luas.   Cara pandang  ini menuntut kreativitas guru,  mengaitkan  perilakunya di  depan kelas dengan konteks pembelajaran yang menjadi pengalaman dan dibutuhkan  oleh  peserta  didik  sehingga orientasi  pembelajarannya berpusat pada peserta didik.

Literatur menunjukan,  ada  banyak  metode/cara  pendekatan yang telah dikembangkan untuk pembuatan,  perbaikan,  dan  modifikasi kurikulum.  Metode tersebut  sebagian bersifat heuristik,  yang lainnya bersifat analitis.

Sulit untuk mengatakan bahwa metode yang satu lebih efektif dan lebih mudah digunakan dibandingkan yang lain.  Perkembangan yang cepat pada ilmu pengetahuan  dan teknologi serta berbagai persoalan yang membutuhkan penyelesaian antar disiplin ilmu menambah kesulitan untuk merancang  atau mengembangkan  suatu kurikulum yang efektif.   Prosedur dan  perangkat  proses pembuatan dan pengembangan kurikulum,  seperti yang telah diuraikan dalam  delapan problem pengembangan  kurikulum  di atas  mencoba  mengurangi  kesulitan tersebut dengan langkah-langkah atau tahapan-tahapan yang logis.

Hal yang perlu ditekankan di sini adalah bahwa cara tersebut bukanlah resep siap pakai untuk membuat atau mengembangkan  kurikulum.   Delapan problem pengembangan kurikulum di atas harus dipandang  sebagai penahapan agar suatu proses dapat dijalankan dan diikuti.   Dengan begitu proses penjaminan mutunya lebih mudah.

Fleksibilitas dan adaptabilitas (adaptability)  akan membuat penahapan ini menjadi berguna  bagi  pihak yang  peduli  akan  pengembangan  kurikulum yang  bermutu.  Oleh  karena  itu,  pada  kedua tahab  itulah  letak pentingnya manajemen  pengembangan kurikulum yang harus dikuasai oleh guru.

Tahab ketiga,  yang tidak kalah penting adalah  penguasaan TQM.   Pada tahab ini, penerapan  TQM  memberikan  tujuan  untuk  menghasilkan keluaran untuk kebutuhan dan kepuasan konsumen dengan perbaikan kualitas terus menurus terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan alias kurikulum sekolah.
Proses perbaikan tersebut melibatkan tersebut melibatkan semua komponen pada sistem dengan menggunakan cara perbaikan yang saintifik, sistematis, serta mudah dipahami dan dapat dilakukan.

Mudah dimengerti kiranya bahwa untuk penerapan TQM tersebut sangat diperlukan riset konsumen.  Riset ini digunakan sebagai landasan untuk pembuatan, perbaikan atau modifikasi dari setiap komponen atau perangkat yang berpengaruh terhadap proses maupun penyesuaian yang diperlukan pada sisi masukan maupun pemasok.

Penerapan jaminan mutu dalam sistem pendidikan saat ini sudah menjadi kaharusan, sesuai tuntutan dan kebutuhan para pemangku kepentingan pendidikan.  Gerakan mutu secara luas dan mendalam telah banyak dikembangkan dan dipraktikan pada dunia industri untuk sistem produksi.  Walaupun harus diakui bahwa sistem pendidikan jauh lebih kompleks dibandingkan dengan sistem produksi.

Oleh sebab itu, setelah guru mampu mengembangkan kurikulum, tentunya diperlukan verifikasi/validasi secara terus-menerus agar materi yang dikembangkan selalu up to date untuk kebutuhan pasar.  Di sinilah letak pentingnya pemahaman TQM oleh guru agar selalu mampu melakukan plan, do, check, action, (PDCA) agar kurikulum sekolah yang telah tersusun menjadi kurikulum yang visioner.


Daftar Pustaka:

      Surjanto budiwalujo, Guru SMK YP 17-1 Madiun, Mengembangkan Kurikulum Visioner, HTML Internet, Downloand 15/03/2007
         Estu Retnaningtyas, Standarsasi Mutu Pendidikan, Artikel HTML Internet, Download 15/03/2007
         Prof. Dr. Suyanto, Ph.Dd, Membangun Sekolah Yang Efektif di Era Otonomi Daerah, HTML Internet, Download 15/03/2007
  • Panduan KTSP- Subdit Pembelajaran Direktorat Pembinaan SMK-2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar