Sabtu, 09 Juli 2011

KEPEMIMPINAN

Kenichi Ohmae menyatakan bahwa “......kesejahteraan negara-negara bergantung kepada kemampuannya untuk menciptakan nilai dengan bertumpu pada orang-orangnya, bukan melalui pemanfaatan sumberdaya alam maupun teknologi”. (Pradiansyah, 2004: 5). Sejalan dengan pendapat tersebut, Jeffrey Pfeffer menyatakan bahwa selama berpuluh-puluh tahun para eksekutif dan pakar manajemen mencari sumber keberhasilan sebuah perusahaan di tempat yang salah. Dia menyatakan bahwa keberhasilan sangat ditentukan oleh cara sebuah perusahaan memperlakukan orang-orangnya (As’ad, 1981: 3).

Akhir-akhir ini, pendidikan di Indonesia menonjolkan pentingnya kompetensi Penonjolan ini menimbulkan kesan bahwa dimensi kompetensi yang dimilikilah yang menjadi kontributor paling besar terhadap keberhasilan sebuah sekolah. Pada kenyataannya tidak sesederhana itu, ada institusi secara individual kompeten namun kinerja institusinya sangat tidak memuaskan. Namun setelah ada perubahan institusi tersebut menunjukkan kinerja yang tinggi walau dengan memberdayakan orang-orang yang sama, kompetensi yang relatif sama. Sebaliknya ada institusi yang selama bertahun-tahun kinerjanya sangat baik, namun tiba-tiba kinerjanya menurun sangat mencolok padahal di institusi tersebut tetap bekerja orang-orang yang sama dengan kompetensi individual yang sama.

Jeffrey Pfeffer selanjutnya menuturkan bahwa beberapa jenis situasi dalam sebuah organisasi akan menyebabkan orang-orang di dalam organisasi tersebut tidak mempraktikkan pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki. Ini memberi indikasi bahwa ada hal-hal lain di luar kompetensi yang berpengaruh besar terhadap kinerja sebuah institusi. (As’ad, 1981: 5).

Sifat Dasar Anggota Organisasi

Untuk menjadi pemimpin yang handal diperlukan beberapa kemampuan. Menurut Jeffrey Pfeffer, kemampuan tersebut dapat dikelompokkan dalam tiga pilar, yaitu: legitimasi, karisma, dan kemampuan teknis manajerial. (As’ad, 1981: 11). Namun tidak kalah penting, adalah pengetahuan dasar tentang psikologi masyarakat. Berikut ini adalah tiga buah teori yang perlu dipahami oleh pemimpin atau calon pemimpin yang berkaitan dengan psikologi masyarakat:

1.             Secara alamiah, anggota organisasi cenderung malas, kurang bertanggungjawab, menginginkan gaji besar, dan menginginkan rasa aman.
2.            Secara alamiah, anggota organisasi cenderung  mendahulukan kepentingan diri sendiri daripada kepentingan organisasinya, dan bekerja di bawah tingkat kemampuannya.
3.             Hanya  orang  yang  termotivasi  (terutama oleh pemimpin)  yang  bekerja  secara  produktif, rajin,  bersemangat  sampai  batas  maksimum kemampuannya,  bertanggung jawab,  dan mendahulukan  kepentingan  organisasinya.   (Situmorang, 2006: 23)

Dengan menghayati hal-hal tersebut, pemimpin atau calon pemimpin dapat melaksanakan kepemimpinan dan membawa perubahan sesuai dengan yang diharapkan oleh organisasi. Di sinilah letak perbedaan seorang pemimpin dengan manajer. Keduanya sama-sama menduduki posisi kunci dalam sebuah organisasi, namun memiliki perbedaan penekanan dalam hal peran. Seorang manajer menekankan perannya untuk mencapai tujuan organisasi dengan menggunakan perangkat manajemen dan sumber daya organisasi. Sedangkan pemimpin menenkankan pada peran melakukan perubahan (pembaharuan) organisasi ke arah yang lebih baik.

Tipe-Tipe Kepemimpinan

Penyelenggaraan pendidikan di sekolah dipandang sebagai suatu  sistem “dimana komponen-komponen system itu saling ketergantungan sehingga berhubungan dan saling menentukan keberhasilan suatu sistem, kegagalan suatu sekolah diakibatkan oleh gangguan sub sistem itu. Kepala sekolah yang menjalankan kepemimpinannya harus mampu mengatasi kegagalan/hambatan sub sistem agar tercapai kesempurnaan sistem itu. Hal ini didukung oleh pakar pendidikan Prof. Dr. Oteng Sutisna, M,Sc. Guru besar FKIP dalam bukunya “Berpikir System” terbitan 1984, hal. 76 Banyak pakar mengemukakan teori tentang tipe-tipe kepemimpinan. Dalam makalah ini penulis akan menguraikan dua teori, yaitu teori Raddin dan teori Hersey dan Blanchard.

Teori Raddin

Menurut teori ini, tipe kepemimpinan dapat terbentuk dari proporsi orientasi perilaku seorang pemimpin. Perilaku kepemimpinan seseseorang secara umum memiliki tiga orientasi, yaitu:
1)             Task oriented (orientasi tugas)
        Orientasi ini memandang bahwa keberhasilan perilaku seorang pemimpin dapat dinilai dari terlaksananya tugas-tugas dengan baik.
2)             Relation oriented (orientasi hubungan kerja)
          Orientasi ini memandang bahwa keberhasilan kepemimpinannya dapat dilihat dari terciptanya hubungan yang harmonis antara pemimpin dan bawahannya serta antar bawahan.
3)             Evectiffeness oriented (orientasi hasil)
          Orientasi ini memandang bahwa keberhasilan kepemimpinannya akan tercapat jika hasil kerjanya dapat terwujud (Siagian, 1991: 22)

Ketiga orientasi tersebut ada pada diri pemimpin dengan kadar atau proporsi yang berbeda-beda. Ada pemimpin yang orientasi tugasnya tinggi, sedangkan orientasi yang lainnya rendah, ada pula yang orientasi hubungan kerjanya tinggi, sedangkan yang lainnya rendah, dan seterusnya. Berdasarkan proporsi ketiga orientasi tersebut, kepemimpinan dikelompokkan dalam delapan tipe, yaitu:  1) Deserter, 2) Autocrat, 3) Misionary, 4) Compromisser, 5) Bereucrat, 6) Benovalent, 7) Developer, dan 8) Executive. (Siagian, 1991: 25)
  
Selanjutnya, dari kedelapan tipe tersebut terdapat empat tipe yang tergolong efektif, dan empat lainnya tergolong tidak efektif. 
Tipe yang efektif
1)   Executive
Tipe ini menunjukkan proporsi yang  tinggi pada orientasi tugas dan hubungan sekaligus. Pemimpin yang menggunakan gaya ini adalah motivator yang baik, menetapkan standar tinggi, mengakui perbedaan individu, dan menggunakan manajemen tim
2.  Developer
Tekanan maksimum tipe ini adalah pada orang, sementara kurang pada tugas. Pemimpin yang menerapkan gaya ini mempercayai orang-orangnya dan utamanya peduli dengan upaya mengembangkan mereka.
3.  Benevalent
Gaya ini sangat menekankan kepedulian pada tugas, tetapi kurang pada orang. Pemimpin dengan gaya ini tahu persis apa yang diinginkannya dan bagaimana cara mendapatkannya tanpa menimbulkan kekesalan pada orang lain.
4.  Bureucrat
Gaya ini kurang menekankan baik kepada tugas maupun orang. Pemimpin yang menggunakan gaya ini sangat menekankan peraturan dan ingin selalu mempertahankan dan mengendalikan situasi serta kelihatan selalu waspada.  
Sedangkan tipe yang tidak efektif adalah:
1)             Compromiser
Gaya ini sangat menekankan pada tugas dan orang sekaligus dalam situasi yang hanya menghendaki tekanan pada salah satu orientasi itu. Pemimpin dengan gaya ini adalah pengambil keputusan yang jelek; tekanan kiri kanan sangat mempengaruhinya.
2)             Missionary
Gaya ini sangat menekankan orientasi orang, tetapi kurang pada tugas pada saat tidak sesuai. Pemimpin dengan gaya ini sangat mendahulukan harmoni sebagai tujuan.
3)             Autocrat
Gaya ini sangat menekankan tugas tetapi kurang pada orang, dalam situasi yang tidak sesuai. Pemimpin dengan gaya ini tidak percaya pada orang lain, tidak menyenangkan, dan hanya menekankan tugas di depan mata.
4)             Deserter
Gaya ini kurang menekankan baik tugas maupun orang yang tidak sesuai dengan situasi yang dihadapi. Pemimpin dengan gaya ini kelihatan pasif dan tidak merasa terlibat. (Siagian, 1991: 34-37)

Teori Harsey & Blanchard

Hampir sama dengan teori sebelumnya, Harsey dan Blanchard mengemukakan bahwa tipe kepemimpinan dibentuk berdasarkan perilaku tugas (direktif) dan perilaku hubungan (suportif). Menurut teori ini, tipe kepemimpinan dikelompokkan menjadi empat jenis yang pelaksanaannya didasarkan pada tingkat perkembangan bawahan. Hal itu dapat digambarkan dengan skema sebagai berikut:
  
Ciri masing-masing tipe tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1)     Tipe Direktif (G1)
Tipe ini tepat digunakan pada organisasi dengan tingkat perkembangan yang rendah (P1). Rata-rata bawahan adalah orang yang memiliki kemampuan dan kemauan rendah.
Penerapan tipe ini biasanya dapat terlihat dari ciri-ciri:
a.         Komunikasi cenderung satu arah “atas-bawah”.
b.     Pemimpin memberi perintah “apa yang akan di kerjakan, bagaimana mengerjakan, kapan, dan dimana”.
c.         Bawahan tidak terlibat dalam proses pengambilan keputusan
d.        Pelaksanaan pekerjaan di awasi dengan ketat

2)      Tipe Konsultatif (G2)
Tipe ini tepat digunakan pada organisasi dengan tingkat perkembangan rendah sampai sedang (P2).  Rata-rata bawahan adalah orang yang memiliki kemampuan rendah tetapi kemauannya tinggi.
Penerapan tipe ini biasanya dapat terlihat dari ciri-ciri sebagai berikut:
a.         Sebelum menetapkan menjadi keputusan, dikonsultasikan atau dikomunikasikan terlebih dahulu kepada bawahan.
b.         Pimpinan memperhatikan saran dan masukan dari bawahan, tetapi pengambilan keputusan tetap oleh pemimpin.

3)      Tipe Partisipatif (G3)
Tipe ini tepat digunakan pada organisasi dengan tingkat perkembangan sedang sampai tinggi (P3).  Rata-rata bawahan adalah orang yang memiliki kemampuan tinggi tetapi kemauannya rendah.
Penerapan tipe ini biasanya dapat terlihat dari ciri-ciri:
a.   Pemimpin melibatkan staf atau bawahan mendiskusikan secara terbuka, rencana pengambilan keputusan,
b.      Pendapat pimpinan dan bawahan diperlakukan secara berimbang,
c.       Pengambilan keputusan diambil secara bersama-sama, sedapat mungkin melalui konsensus

4)      Tipe Delegatif (43)
Tipe ini tepat digunakan pada organisasi dengan tingkat perkembangan tinggi (P4).  Rata-rata bawahan adalah orang yang memiliki kemampuan dan kemampuan yang tinggi .
Penerapan tipe ini biasanya dapat terlihat dari ciri-ciri:
a.       Pemimpin mendiskusikan masalah secara bersama-sama dengan bawahan.
b.      Bawahan diberi kewenangan mengambil keputusan pemecahan masalah, dan menentukan langkah berikut
c.       Pemimpin ikut bertanggungjawab atas keputusan yang didelegasikan.

Berbagai macam tipe kepemimpinan yang dikemukakan oleh para ahli sebenarnya tidak ada yang yang terbaik. Yang penting adalah memahami bahwa keberhasilan seorang pemimpin adalah apabila ia bisa menyesuaikan tipe kepeimpinannya dengan situasi yang dihadapi. Yang termasuk dalam mpengertian situasi adalah waktu, tuntutan pekerjaan, suasana organisasi, para pimpinan, teman-teman sekerja, kemampuan bawahan, dan tujuan organisasi.
Sejauh mana seorang pemimpin harus memperhatikan situasi akan sangat bergantung kepada tingkat perkembangan bawahan dalam tugas yang spesifiknya, fungsi, dan tujuan pemimpin yang akan dicapai.

DAFTAR  RUJUKAN

As’ad, Moh. 1981. Kepemimpinan Efektif dalam Perusahaan. Suatu Pendekatan Psikologik. Yogyakarta: Liberty.
Gordon, Thomas. 1990. Kepemimpinan yang Efektif, disadur oleh Drs. Mujito, M.A. Jakarta: CV Rajawali.
 Pradiansyah, Arvan. 2004. You are A Leader. Jakarta: PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia.
 Siagian, Sondang P. 1991. Teori dan Praktik Kepemimpinan. Jakarta: Rineka Cipta
 Situmorang, Jamisten dkk. 2006. Kepemimpinan. Materi Diklat Talent Scouting (Calon Kepala SMK).    Bandung: Pusat Pengembangan Penataran Guru Teknologi Bandung.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar